TERLAHIR dari keluarga kurang mampu sehingga membuatnya harus bekerja keras dan memeras keringat meskipun usianya tidak sebanding dengan pekerjaannya saat itu. Semua pekerjaan itu dilakoninya tampa tahu arah tujuan hidupnya yang pasti, apakah untuk bekal di masa depan atau kah hanya untuk sekedar bertahan hidup.
Sosok pria itu adalah Wisman Sinaga, lahir dari pasangan Risman Sinaga dan ibunya bernama Mastini Sinambela. Di pagi hari yang cerah, pria yang lahir pada 06 Juni 1975 itu duduk di sudut teras rumahnya sembari meneguk menikmati nikmatnya secangkir kopi buatan lentik jemari istrinya.
Disana dia termenung sejenak mengenang di masa kecilnya yang penuh dengan liku pahit getirnya kehidupan waktu itu seolah nasib tidak pernah berpihak kepadanya.
Pernah bermimpi ingin menjadi sorang penulis dan menjadi seorang wartawan profesional berharap bisa menulis banyak hal tentang kehidupan serta dunia sekitar, namun dia tidak tahu dari mana ia harus memulainya.
Cerita ringkasnya, berbagai pekerjaan pun pernah dia lakoni, mulai dari seorang buruh nelayan, buruh bangunan, pedagang, banyak yang dilakoninya tanpa gengsi apalagi malu, sebab rasa gengsi membuat orang menjadi lapar, yang panting halal.
Awal mula menjadi seorang wartawan, terinspirasi dari sang mertuanya, merupakan seorang wartawan seniors dari di kota dingin, Sidikalang, Kabupaten Dairi, merupakan kota kecil di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Disinilah awal ceritera dirinya menjadi seorang wartawan, waktu itu di koran mingguan terbitan Jakarta, namanya Koran KP (Koran Kriminalitas & Pencegahan) dibawah komando Ibuk Shinta Erawaty yang berkantor Redakdi di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Berharap dan berkeinginan menjadi seorang wartawan profesional, dan tidak mau di cap atau di labeli sebagai wartawan abal-abal atau wartawan tanpa surat kabar, alias WTS dan lain sebagainya.
Yang kerjanya hanya gertak-gertak sambal kepada oknum nakal seraya menukkan kartu sakti atau kartu tanda anggota alias KTA semata.
Tidak ingin di cap sebagai wartawan asal jadi, setelah melakukan diskusi singkat bersama istri selanjutnya dia pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi di daerahnya di Kabupaten Rokan Hilir tepatnya di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Arridho Bagansiapiapi.
Bagi Tuhan memang tidak ada yang mustahil. Semua itu bisa terjadi, dan di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, begitupun sebaliknya yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin.
“Kembali kepada diri kita bagaimana cara kita menyikapi dan mengaplikasikannya. Hidup ini adalah pilihan, pilih jalan lurus atau jalan bengkok, baik atau buruk,” katanya seraya melempar senyum.
Sukur kepada Tuhan sang pencipta alam semesta, semua mimpi, cita-cita terlaksana dengan baik. Semua tidak terlepas dari dukungan serta doa dan dan campur tangan daripada Tuhan juga sokongan material dari keluarga, terutama doa dari istri dan anak, juga dukungan dari para sahabat satu pena secara moral.
Di Kampus STAI Arridho Bagansiapiapi inilah dirinya banyak belajar tentang ilmu komunikasi, melalui materi kuliah yang diajarkan oleh para dosen pembimbing. Sebab, saya sadar bahwa di kehidupan sehari-hari proses komunikasi sangatlah penting, entah itu komunikasi secara langsung ataupun melalui media.
Mempelajari ilmu komunikasi akan memberikan kita pengetahuan tentang proses berkomunikasi secara benar, mulai dari memberi pesan, menerima pesan, komunikasi secara verbal maupun non verbal.
Jika seseorang bercita-cita untuk bergabung di media seperti televisi, radio, koran, maupun media online melalui jurusan ilmu komunikasi ini akan mendapatkan bekal yang kuat untuk bisa melangkah menggapai cita-cita untuk terjun ke media massa, sebab, ilmu komunikasi selalu berkaitan dengan media.
Topi PWI
Pernah suatu ketika saya diajak berkeliling ke salah satu kota kecil di Jawa Tengah oleh Ayah saya, Wonogiri namanya. Kami berangkat dari Kota Solo (Surakarta) tepatnya dari Kelurahan Pucang Sawit persis di depan Kampus ternama di kota itu Kampus Uiversitas Sebelas Maret (UNS) Jln Ir. Sutami. Dari situ kami naik angkot.
Ditengah perjalanan ada serombongan anak muda naik dari angkot yang kami tumpangi dengan tujuan yang sama, yaitu tempat wisata Waduk Gajah Mungkur, namanya.
Waktu itu usia saya masih remaja, saya melihat pemuda itu membawa kamera besar ditenteng di pundaknya memakai topi dan baju rompi warna hitam. Disitu saya melihat topi itu ada bertuliskan PWI. Saat itu saya berkata didalam diri saya sendiri. “Bisa gak ya, suatu hari nanti saya menjadi seorang wartawan,” kataku membatin.
Ternyata, apa yang pernah kita bayangkan beberapa puluhan tahun silam ternyata semua terekam di bawah alam bawah sadar kita. Hari ini saya bisa menjadi wartawan ternyata berawal dari impian di masa lalu.
Dan hari ini saya ternyata sudah menjadi seorang wartawan, tidak hanya bermimpi tetapi sudah menjadi kenyataan. Lalu bagaimana caranya dapat menulis dan menjadi wartawan profesional beretika sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), nah…ini yang saya harus pelajari biar gak kebablasan akhirnya nyebur kolam…ha..h..ha.. Sedikit bergurau biar gak terlalu tegang.
Saking cintanya saya dengan profesi mulia ini, akhirnya saya pun memilih rumah besar dimana rumah itu tempat berkumpul nya para wartawan yaitu di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Tiba waktunya kemarin kami para wartawan dari seluruh kabupaten/kota se- Provinsi Riau berkumpul di Kantor PWI Riau di Jln. Arifin Achmad, Kota Pekanbaru setalah terseleksi dan mendapatkan rekomendasi dari PWI daerah pada tanggal 28-29 Mei 2021 secara antusias kami berkumpul mengikuti orientasi dan ujian tertulis dan interview yang merupakan syarat mutlak untuk masuk menjadi calon anggota PWI Riau tahun 2021.
Disana kami belajar banyak tentang Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, kemudian Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Serta Kode Prilaku Wartawan (KPW), Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), dan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) atau media online.
Harapannya, semoga kami seluruh peserta orientasi lulus dan diterima menjadi anggota baru di PWI Riau. Sehingga kami semua dapat menerapkan ilmu pengetahuan tentang dunia jurnalistik dan etika profesi mulia ini.
Melalui goresan ujung pena ini saya torehkan kata demi kata, bukan bermaksud untuk menyombongkan diri atau membusungkan dada, melainkan hanya semata untuk memberikan motivasi dan semangat kepada seluruh sahabat pena yang berkeinginan utuk menjadi seorang wartawan.
Penulis: Wisman Sinaga, mahasiswa Semester IV Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam di STAI Arridho Bagansiapiapi dan bergabung di media online Detik12.com