DUMAI, Detik12.com – Menjadi sorotan publik di Kota Dumai khususnya sejumlah warga yang bermukim dekat dengan tempat kejadian perkara (tkp) dimana lahan objek perkara eksekusi dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Dumai.
Kenapa demikian karena sejumlah warga disana sepakat dan mengamini apa yang dikeluhkan pihak keluarga tanahnya termohon eksekusi (tergugat) mengaku kalau eksekusi dimaksud diduga “cacat hukum”. Karenanya para warga tersebut berharap perkara eksekusi ini menjadi perhatian Komisi Yudisial (KY) di Jakarta.
Sebagaimana diakui termohon tanahnya di eksekusi (para tergugat), bahwa eksekusi atas perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum tanggal 29 Juli 2020 di Jalan Perpat, RT.007, Kelurahan Pelintung, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, adalah “cacat hukum”.
Alasan kuat para tergugat (termohon lahannya di eksekusi) menyebut pelaksanaan eksekusi ditudingnya cacat hukum adalah karena tanah seluas kurang lebih 33.401,18 M2 (yang dieksekusi) diduga tidak sesuai antara objek perkara dengan objek yang diputusan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Riau di Pekanbaru yang dijadikan sebagai dasar pelaksanaan eksekusi.
Joannas adalah sebagai sempadan tanah pihak tereksekusi/tergugat dalam perkara ini disebut tidak pernah digugat ataupun turut tergugat dalam perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum, namun faktanya, hakim PT Riau di Pekanbaru dalam amar putusannya menyebut bahwa surat keterangan mengusahakan sebidang tanah nomor : Reg 483/SKMST/PLT/2011 atas nama : Abdul Syukur dan surat keterangan ganti kerugian sebidang tanah nomor : Reg.316/BK/V/2000 atas nama Joannas dan atas nama Mogok, dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum sebagaimana diungkapkan M Yusuf, salah satu keluarga lahannya tereksekusi (tergugat) kepada crew kompasriau.com pasca pelaksanaan eksekusi itu berlangsung di kelurahan Pelintung, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, Rabu (29/7-2020).
Menurut M.Yusuf, bahwa fakta hukum lainnya adalah dimana pada tanggal 13 Juli 2020, Abdul Syukur dan Joannas telah mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Dumai untuk penundaan pelaksanaan eksekusi perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum.
Permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi tersebut dimohonkan dengan alasan karena isi putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru nomor : 19/Pdt-G/2016/PT.PBR adalah diduga “cacat hukum”. “Namun permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi perkara tersebut tidak dipenuhi oleh ketua Pengadilan Negeri Dumai,” keluh M.Yusuf dan beberapa orang ibu rumah tangga yang sedang berada di area pelaksanaan eksekusi tersebut.
Lebih lanjut M.Yusuf mengungkapkan fakta hukum lainnya yang patut dipertanyakan. Dimana objek gugatan (tanah dieksekusi) nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum untuk atas nama Aminah, tidak turut dipertimbangkan dan diputus dalam amar putusan banding nomor : 19/Pdt.G/2016/PT.PBR, tentunya secara hukum tanah atas nama Aminah tidak boleh turut dieksekusi karena tidak masuk isi putusan banding, namun fakta dilapangan tanah Aminah turut dieksekhsi, ungkap Yusuf, seraya heran.
Disisi lain soal surat permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi yang dimohonkan termohon eksekusi (tergugat) dimaksud tidak dipenuhi oleh Ketua Pengadilan Negeri Dumai karena menyebut tanah Abdul Syukur dan Joannas beserta lampirannya dinyatakan batal.
Ketua PN Dumai mengatakan bahwa dalam amar putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru nomor : 19/PDT-G/2016/PT PBR, surat keterangan mengusahakan sebidang tanah di Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, nomor Reg 483/SKMTS/PLT/2011 tanggal 23 Desember 2011 atas nama : Abdul Syukur beserta lampiranya dan surat keterangan ganti kerugian Kotamadya Dumai Daerah Tingkat II Dumai, Kecamatan Bukit Kapur nomor Reg.316/BK/V/2000 atas nama : Joannas beserta lampirannya dinyatakan batal.
Abdul Syukur dan Joannas telah mengajukan bantahan terhadap putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru nomor : 19/Pdt-G/2016/PT.PBR, dalam kaitan putusan hukum perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum terhadap terbantah/penggugat, Nurrizam BX dan kawan-kawannya (Dkk).
“Tujuan permohonan penundaan eksekusi dimaksud untuk melindungi kepentingan hukum Joannas dan Abdul Syukur selaku pihak yang diduga telah dilanggar hak hukumnya oleh putusan hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru, karena bantahan Abdul Syukur dan Joannas terhadap putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru masih dalam proses hukum saat ini di Pengadilan Negeri Dumai”, urai M.Yusuf menambahkan.
Oleh karena itu, keluarga tereksekusi/tergugat, Aminah berharap kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial (KY) RI untuk dapat melindungi hak pihak tereksekusi selaku warga negara oleh putusan hukum hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang diduga “merampas hak keluarga tereksekusi secara melawan hukum”. kata M.Yusuf lagi.
Disisi lain menurut M.Yusuf lebih jauh menjelaskan, bahwa pada waktu sita eksekusi dilaksanakan diatas lahan objek perkara, kuasa hukum tereksekusi, Mangaratua Tampubolon S.H, juga hal yang sama telah memohon agar tanah atas nama Aminah tidak ikut disita eksekusi, namun pihak Pengadilan Negeri Dumai tetap melaksanakan sita eksekusi diatas tanah tersebut, ungkap Yusuf.
Sementara itu, Joannas sebagai sempadan tanah tereksekusi/tergugat, ketika dikonfirmasi kompasriau.com terkait surat tanahnya yang dibatalkan mengaku tidak pernah ikut digugat ataupun turut tergugat dalam perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum akan tetapi tanahnya turut dieksekusi.
“Saya tidak pernah dipanggil pihak Pengadilan Negeri Dumai dalam proses perkara perdata itu, tetapi hakim pengadilan Tinggi Riau Pekanbaru dalam amar putusannya kok menyatakan surat keterangan ganti kerugian sebidang tanah atas nama saya batal atau tidak berkekuatan hukum. Apa dasar hukum hakim Pengadilan Tinggi Riau di Pekanbaru membatalkan surat tanah saya, sementara saya tidak pernah dipanggil atau diperiksa di Pengadilan Negeri Dumai,” ujar Joannas dengan nada kesal dan seakan bertanya kepada sejumlah crew media disela pelaksanaan eksekusi yang dijaga oleh sejumlah personil aparat kepolisian dan Kodim 0320 tersebut.
Pada terpisah, kuasa hukum pemohon eksekusi/penggugat, Nurrizam BX, Indrayadi, S.H, menanggapi soal tudingan para keluarga yang tanahnya dieksekusi menyebut “cacat hukum” mengatakan bahwa Joannas sebagai sempadan tanah tereksekusi tidak ada hubungannya dengan perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum, tetapi surat tanah atas nama Joannas turut diajukan kuasa hukumnya, Mangaratua Tampubolon sebagai bukti sempadan tanah objek perkara.
“Kalau menurut kami pelaksanaan eksekusi tersebut murni, tidak ada cacat hukum dan sudah sesuai dengan objek perkara, karena Aminah yang bertempat tinggal diatas tanah tersebut tidak punya surat tanah, ”tegas Indrayadi SH, sebagaimana dikutip crew kompasriau.com, Kamis (30/7-2020).
Dijelaskan Indrayadi, bawa dalam putusan perkara nomor : 19/Pdt.G/2016/PT.PBR, hakim Pengadilan Tinggi Riau di Pekanbaru yang memeriksa perkara perdata tersebut, dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan menyatakan surat keterangan mengusahakan sebidang tanah atas nama Abdul Syukur, Surat Keterangan Ganti Rugi atas nama Joannas dan surat keterangan mengusahakan sebidang tanah atas nama Mogok dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
Sedangkan Joannas, Abdul Syukur dan Mogok tidak ikut tergugat ataupun turut tergugat dalam perkara perdata nomor: 12/Pdt.G/2015/PN.Dum, namun surat tanah mereka dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
Padahal dalam perkara perdata nomor: 12/Pdt.G/2014/PN.Dum, sebagai penggugat : Nurrizam BZ binti Bukhari, Noreha, Syaprita, Kamarrizan, Erna Riza, Maicandra, Zulfitri, Rizanyana dan Sarifah hanya menggugat tergugat, Aminah, Azhar, Khaidir dan Ali Asri.
“Tanah Joannas, Abdul Syukur dan Mogok bersempadan dengan tanah para tergugat, tetapi kenapa hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru dalam isi amar putusanya menyatakan surat tanah sempadan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum, sementara saudara Joannas dan Abdul Syukur tidak pernah diperiksa atau dimintai keterangannya di Pengadilan Negeri Dumai,” ungkap ketua RT Yunus pada kesempatan terpisah.
Terkait keluhan para warga yang lahannya dieksekusi dan disebut cacat hukum, Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Dumai, Hendri Tobing, S.H melalui humas, Renaldo Meiji H.Tobing, S.H. MH, dicoba konfirmasi oleh awak media.
Sementara itu kepada awak media disampaikan humas mengatakan, bahwa terkait pembatalan surat Abdul Syukur dan Joannas oleh putusan hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru menyebut kalau ketua Pengadilan Negeri Dumai berani memerintahkan panitera dan juru sita untuk menjalankan eksekusi perkara perdata nomor : 12/Pdt.G/2015/PN.Dum karena sudah melalui pertimbangan yang cukup matang.
“Putusan itu sudah dikaji hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru dan dikaji lagi di Mahkamah Agung, dan hasil putusan itu yang dijalankan oleh ketua Pengadilan Negeri untuk melaksanakan eksekusi terhadap perkara perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap,” ungkap Humas PN Dumai sebagaimana dikutip kompasriau.com, Senin (3/8-2020).
Editor : Tambunan/rls