Sehingga muncul istilah baru di masyarakat daerah ini, wartawan amplop dadakan menjamur di daerah daerah, tidak terkecuali Dumai.
Modusnya melakukan pengompasan terhadap pejabat ala peremanisme, sehingga merusak citra profesi wartawan yang bekerja sebagai jurnalis.
Menyikapi fenomena ini, salah satu narasumber (BT) dari salahsatu instansi di Dumai mengatakan, baru-baru ini menyatakan hasil pantauannya, jumlah oknum yang mengaku wartawan saat ini mencapai puluhan orang, sehingga cukup meresahkan pemerintah dan masyarakat di daerah ini.
“Tindakan oknum tersebut tidak memiliki etika dan sopan santun, lebih condong kepada bentuk pemalakan terhadap pejabat, dengan unsur pemaksaan untuk mendapatkan amplop THR yang berisikan uang dan minimal KUPON, sehingga kehadirannya cukup merepotkan dan menganggu kinerja sejumlah jajaran pemerintahan,” katanya.
Efek munculnya wartawan dadakan yang bermodalkan nomor HP untuk mendapatkan imbalan amplop ini, dan ini mengundang mosi tidak percaya dari kalangan pejabat dan masyarakat terhadap profesi wartawan sebagai penyambung lidah masyarakat dalam memberikan informasi yang positif.
Menurut BT, pekerjaan wartawan merupakan profesi yang mulia, yang menjalan tugas dan fungsinya sebagai kontrol sosial dalam pengajian informasi setiap harinya, sehingga media tidak melakukan perekrutan terhadap wartawan yang tidak paham Kode Etik Jurnalis (KEJ) dan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Saat ini banyak bermunculan oknum yang mengaku dirinya wartawan, tetapi tidak mengerti tentang tugas dan tanggungjawab moralnya sebagai satu profesi, yang berperan penting dalam mendorong kemajuan positif bagi pelaksaan pembangunan sumber daya manusia (SDM), seperti yang diatur didalamn UU No 40 / 1999 tentang Pers,” kata AT Lagi.
PENULIS : ARMEN J