DETIK12.com Dumai-Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GPKSI) di Provinsi Riau mengeluhkan maraknya praktik ilegal penampungan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO), yang kerap disebut “kencing CPO” di daerah Dumai.
“Keberadaan penampung ilegal ini jelas terlihat, namun seperti tak terjamah oleh hukum,” kata Pelaksana Tugas Ketua GPKSI Riau, Saut Sihombing, kepada wartawan.
Ia mengungkapkan, jalan menuju Pelabuhan Dumai merupakan salah satu titik “menjamurnya” praktik pembajakan CPO. Menurut dia, aktivitas “kencing CPO” ini sudah terjadi sejak lama dan sekarang makin marak.
Ia mengatakan, pihaknya sudah berupaya memerangi “kencing CPO” termasuk dengan melaporkannya ke Kepolisian Daerah Riau. Namun, pelaku kejahatan tersebut tidak berhenti, bahkan diduga ada banyak pihak yang terlibat dalam bisnis pencurian ini, tak terkecuali oknum supir pabrik kelapa sawit (PKS).
“Istilahnya (ada) mafia atau toke CPO,” katanya.
Informasi yang didapatkan dari infestigasi detik12.com di lapangan, modus kejahatan ini melibatkan “kaki-tangan” mafia CPO dengan oknum supir dan kernet mobil tangki CPO. Lokasi penampungan di Jalan Lintas bagan besar Dumai -Duri disembunyikan dengan warung, namun di belakangnya terdapat tenda untuk menutupi kolam maupun drum untuk menampung CPO. Kapasitas kolam tampung biasanya berkisar 6-8 ton.
Kemudian anggota mafia di lokasi penampungan, yang kerap disebut kepala lokasi (KPL), menghubungi supir truk tangki untuk singgah dan mengeluarkan muatan alias “kencing CPO” di tempat itu. Oknum supir menyetujui karena tergiur uang, tapi ada juga yang terpaksa menurut karena ancaman dan intimidasi dari mafia CPO.
Supir truk tangki yang sudah bekerja sama dengan mafia CPO mendapat bayaran dari KPL sebesar Rp4.000 per kilogram (Kg). Volume “kencing CPO” beragam, rata-rata sebanyak 130 Kg.
Setelah kolam sudah penuh CPO, mobil tangki milik “toke” akan datang menjemput.
Sementara itu, untuk modus dengan drum, yakni memindahkan langsung CPO dari tangki ke drum berkapasitas 100-160 Kg. Cara seperti ini lebih sulit terdeteksi karena lokasinya berpindah-pindah.
Praktik ilegal CPO ini menguntungkan karena mafia atau “toke” CPO menjual hasil curian mereka ke pihak lain dengan harga sekitar Rp6.000 per Kg.
Dan anehnya beberapa kali di beritakan praktek tersebut tetap saja beroperasi tampa ada teguran, apalagi tidakan dari pihak pihak berwajib.
Penulis: Armen j